Ada banyak upaya untuk menjadikan perangkat smartphone sebagai perangkat
produktivitas layaknya PC. Upaya ini muncul seiring makin kuatnya
kemampuan smartphone dan makin terikatnya seseorang dengan perangkat
itu.
Salah satu vendor smartphone yang menginginkan hal itu
adalah BlackBerry. Perusahaan Kanada itu juga berharap ponsel terbarunya
dapat mempermudah hidup pengguna agar tak perlu lagi membawa perangkat
tambahan.
CEO BlackBerry Thorsten Heins kepada stasiun televisi
ABC, mengatakan, BlackBerry 10 terobsesi menjadi pusat komputasi,
menggantikan laptop dan tablet. Ia pun berbicara tentang harapan
BlackBerry 10 tahun ke depan.
"Kita berbicara tentang pengalaman komputasi
mobile untuk pengguna. Anda hanya perlu membawa satu perangkat komputasi, maka Anda mendapat
peripheral di sekitar dan membuat hidup Anda jauh lebih mudah daripada seperti sekarang yang harus membawa tablet,
smartphone, laptop, dan di kantor memiliki
desktop," ujar Heins seperti dikutip dari
The Verge, Jumat (22/3/2013).
Ide
semacam ini tak hanya dipikirkan oleh Heins dan BlackBerry. Beberapa
produsen ponsel pintar telah memikirkan hal serupa, agar perangkat
mobile yang berukuran lebih kecil dan ringan, mampu menggantikan peran komputer.
Motorola mencoba memberi solusi dengan menghadirkan Lapdock, sebuah produk aksesori
dock keyboard
dan layar menyerupai laptop kecil namun tak disertai prosesor, memori,
atau media penyimpanan. Ponsel pintar akan berperan sebagai otak
penggerak Lapdock, tentu saja dengan bantuan
software. Namun sayang, produk seperti ini kurang diterima pasar. Motorola menghentikan produksi Lapdock pada Oktober 2012.
Perusahaan Asus asal Taiwan, menawarkan konsep berbeda dalam lini
produk Padfone. Perangkat ini terdiri atas ponsel pintar dan tablet
bersistem operasi Android. Fungsi tablet tak bisa digunakan jika ponsel
pintar tidak ditancapkan pada bagian belakang tablet.
Hingga kini Padfone sudah mencapai generasi kedua, namun perangkat ini belum bisa menembus pasar yang lebih luas.
Dari
berbagai upaya itu, memang sejauh ini belum bisa dikatakan smartphone
mampu menggantikan PC sepenuhnya. Namun, agaknya para produsen
smartphone belum akan menyerah dalam waktu dekat. Tunggu saja kiprah
berikutnya.
3 Nasihat Bisnis dari CEO Google
Google adalah salah satu contoh perusahaan yang sukses berkat adanya
inovasi yang terus-menerus. Berawal dari sebuah mesin pencari,
perusahaan yang didirikan oleh Larry Page dan Sergey Brin itu kini telah
menciptakan beragam aplikasi dan layanan serta merajai Internet.
Ada beberapa kebiasaan unik yang dikembangkan Google untuk memupuk
budaya inovasi dan kreativitas dalam perusahaannya. Salah satunya adalah
pertemuan mingguan. Setiap karyawan Google dari seluruh dunia bebas
memberikan pertanyaan kepada para eksekutif Google, baik secara langsung
maupun melalui
email.
Para karyawan juga dapat memberikan kritik ataupun mengemukakan ide-ide mereka kepada para pemimpin perusahaan.
Dalam sebuah wawancara yang dilakukan oleh
Wired.com,
CEO Google, Larry Page, menyampaikan beberapa tips sukses perusahaannya
dalam berbisnis. Berikut adalah beberapa nasihatnya yang sangat
menarik.
1. Lakukan hal-hal yang "gila"
Banyak perusahaan besar menjadi lengah dan lupa berinovasi. Hal itu
dihindari oleh Google dengan memupuk budaya inovasi di lingkungan
perusahaannya. Setiap karyawan di perusahaan ini dituntut untuk "Think
Big", berpikir dan melakukan hal-hal yang tidak biasa.
Sejak
kecil, Page bermimpi untuk menjadi seorang penemu. Dia tidak hanya ingin
bisa menciptakan produk yang hebat, tetapi juga ingin mengubah dunia.
Mimpi itu tetap hidup hingga kini dan dia wujudkan bersama Google.
Bagi Page, kepuasan adalah ketika dia dan timnya bisa mengembangkan
inovasi 10 kali lipat dari yang telah mereka kembangkan sebelumnya.
Jadi, tak heran jika inovasi menjadi inti dari bisnis Google. Lihat saja
Gmail, layanan
email yang menawarkan kapasitas penyimpanan 100 kali lebih besar ketimbang kapasitas yang diberikan oleh layanan-layanan
email lainnya.
Google juga telah menciptakan layanan penerjemah berbagai bahasa serta
melahirkan Google Maps dan Google Drive, layanan penyimpanan data
berbasis teknologi
cloud computing. Selain itu, masih ada YouTube, Android, dan Chrome yang menarik dan telah digunakan banyak orang.
Google bahkan dikabarkan membangun sebuah proyek dan lab khusus bernama
Google X. Berbagai fasilitas dalam lab Google X dibuat untuk mendukung
riset Google untuk menciptakan beragam teknologi masa depan, seperti
mobil yang bisa berjalan sendiri dan kacamata berbasis teknologi
Augmented Reality.
“Jika tidak melakukan hal-hal gila, kamu
melakukan hal-hal yang salah,” kata Page. Sebagai CEO, dia selalu
mendorong timnya untuk berinovasi.
2. Inovasi harus diikuti dengan komersialisasi
Inovasi yang sukses harus diikuti dengan komersialisasi. Page
mencontohkan Xerox PARC, salah satu anak perusahaan Xerox Corp, yang
didirikan pada tahun 1970. Xerox PARC terkenal dengan berbagai
inovasinya di bidang teknologi dan
hardware. Beberapa
inovasinya memegang peranan penting dalam dunia komputasi modern, di
antaranya, ethernet, graphical user interface (GUI), dan teknologi laser
printing.
"Namun, mereka tidak fokus pada komersialisasi," kata Larry. Hal itulah yang membuat Xerox PARC gagal.
Larry memberikan contoh lain, yakni Tesla. Tesla adalah salah satu
perusahaan yang dia kagumi, yang mengembangkan mobil inovatif. Namun,
perusahaan yang didirikan oleh Nikola Tesla itu menghabiskan 99 persen
tenaganya untuk mengembangkan produknya agar disukai banyak orang. Hal
itulah yang menyebabkan Tesla akhirnya jatuh.
Xerox PARC dan
Tesla gagal karena hanya fokus pada inovasi. Setiap perusahaan
membutuhkan dua hal untuk sukses, yakni inovasi dan komersialisasi.
3. Jangan fokus pada persaingan
Google berbeda dari perusahaan-perusahaan teknologi lainnya. Google
fokus pada pengembangan produk-produk dan layanannya, bukan fokus pada
kompetisi.
"Apa yang menarik dari bekerja jika hal terbaik yang
bisa kita lakukan adalah mengalahkan perusahaan lain yang melakukan hal
yang sama dengan kita? Itulah yang membuat banyak perusahaan jatuh
secara perlahan. Mereka cenderung melakukan hal yang sama dengan yang
pernah mereka lakukan dan membuat beberapa perubahan kecil," kata Page.
Menurut Page, memang wajar jika banyak orang ingin mengerjakan hal-hal
yang mereka yakin tidak akan gagal. Namun, untuk sukses, perusahaan
teknologi perlu membuat suatu perubahan yang besar.
Ketika merilis Gmail, misalnya, Google masih menjadi sekadar perusahaan mesin pencari. Menciptakan layanan
email berbasis web merupakan suatu lompatan besar bagi Google, apalagi Gmail berani menyediakan kapasitas penyimpanan
email yang sangat besar jika dibandingkan penyedia layanan serupa pada saat itu.
Pada saat mengembangkan Gmail, sudah ada beberapa perusahaan lain yang
memiliki mesin pencari. Gmail tidak akan ada jika Google hanya fokus
untuk bersaing dengan perusahaan-perusahaan itu. Google memilih untuk
fokus mengembangkan produk-produk dan layanannya.